Apa yang sering diangankan oleh kebanyakan laki-laki tentang wanita yang bakal menjadi pendamping hidupnya?. Cantik, kaya, punya kedudukan, karir bagus, dan baik pada suami.
Inilah keinginan yang banyak muncul. Sebuah keinginan yang lebih tepat
disebut angan-angan, karena jarang ada wanita yang memiliki sifat
demikian.
Kebanyakan
laki-laki lebih memperhatikan penampilan dzahir, sementara unsur akhlak
dari wanita tersebut kurang diperhatikan. Padahal akhlak dari pasangan
hidupnya itulah yang akan banyak berpengaruh terhadap kebahagiaan rumah
tangganya.
Seorang
muslim yang shalih, ketika membangun mahligai rumah tangga maka yang
menjadi dambaan dan cita-citanya adalah agar kehidupan rumah tangganya
kelak berjalan dengan baik, dipenuhi mawaddah wa rahmah, sarat dengan
kebahagiaan, adanya saling ta‘awun (tolong menolong), saling memahami
dan saling mengerti. Dia juga mendamba memiliki istri yang pandai
memposisikan diri untuk menjadi naungan ketenangan bagi suami dan tempat
beristirahat dari ruwetnya kehidupan di luar. Ia berharap dari rumah
tangga itu kelak akan lahir anak turunannya yang shalih yang menjadi
qurratu a‘yun (penyejuk mata) baginya.
Demikian
harapan demi harapan dirajutnya sambil meminta kepada Ar-Rabbul A‘la
(Allah Yang Maha Tinggi) agar dimudahkan segala urusannya.
Namun
tentunya apa yang menjadi dambaan seorang muslim ini tidak akan
terwujud dengan baik terkecuali bila wanita yang dipilihnya untuk
menemani hidupnya adalah wanita shalihah. Karena hanya wanita shalihah
yang dapat menjadi teman hidup yang sebenarnya dalam suka maupun lara,
yang akan membantu dan mendorong suaminya untuk taat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Hanya dalam diri wanita shalihah tertanam aqidah
tauhid, akhlak yang mulia dan budi pekerti yang luhur. Dia akan berupaya
ta‘awun dengan suaminya untuk menjadikan rumah tangganya bangunan yang
kuat lagi kokoh guna menyiapkan generasi Islam yang diridhai Ar-Rahman.
Sebaliknya,
bila yang dipilih sebagai pendamping hidup adalah wanita yang tidak
terdidik dalam agama1 dan tidak berpegang dengan agama, maka dia akan
menjadi duri dalam daging dan musuh dalam selimut bagi sang suami.
Akibatnya rumah tangga selalu sarat dengan keruwetan, keributan, dan
perselisihan. Istri seperti inilah yang sering dikeluhkan oleh para
suami, sampai-sampai ada di antara mereka yang berkata: “Aku telah berbuat baik kepadanya dan memenuhi semua haknya namun ia selalu menyakitiku.”
Duhai
kiranya wanita itu tahu betapa besar hak suaminya, duhai kiranya dia
tahu akibat yang akan diperoleh dengan menyakiti dan melukai hati
suaminya….! Namun dari mana pengetahuan dan kesadaran itu akan
didapatkan bila dia jauh dari pengajaran dan bimbingan agamanya yang
haq? Wallahu Al-Musta‘an.
Keutamaan wanita shalihah
Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الدُّنْيَا مَتاَعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan2 dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu:
أَلاَ
أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ،
إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا
غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah
aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang
lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya3,
bila diperintah4 akan mentaatinya5, dan bila ia pergi si istri ini akan
menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah: “Tatkala
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya
bahwa tidak berdosa mereka mengumpulkan harta selama mereka menunaikan
zakatnya, beliau memandang perlunya memberi kabar gembira kepada mereka
dengan menganjurkan mereka kepada apa yang lebih baik dan lebih kekal
yaitu istri yang shalihah yang cantik (lahir batinnya) karena ia akan
selalu bersamamu menemanimu. Bila engkau pandang menyenangkanmu, ia
tunaikan kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya. Engkau dapat
bermusyawarah dengannya dalam perkara yang dapat membantumu dan ia akan
menjaga rahasiamu. Engkau dapat meminta bantuannya dalam
keperluan-keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan bila engkau
meninggalkannya ia akan menjaga hartamu dan memelihara/mengasuh
anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pula bersabda:
أَرْبَعٌ
مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ،
وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيُّ. وَأَرْبَعٌ مِنَ
الشّقَاءِ: الْجَارُ السّوءُ، وَاَلْمَرْأَةُ السُّوءُ، وَالْمَركَبُ
السُّوءُ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ.
“Empat
perkara termasuk dari kebahagiaan, yaitu wanita (istri) yang shalihah,
tempat tinggal yang luas/ lapang, tetangga yang shalih, dan tunggangan
(kendaraan) yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan
yaitu tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak shalihah), kendaraan
yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu
Hibban dalam Al-Mawarid hal. 302, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam
Al-Jami’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al Albani dalam Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 282)
Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَةِ
“Hendaklah
salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang
senantiasa berdzikir dan istri mukminah yang akan menolongmu dalam
perkara akhirat.” (HR. Ibnu Majah no. 1856, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu Majah no. 1505)
Cukuplah
kemuliaan dan keutamaan bagi wanita shalihah dengan anjuran Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi lelaki yang ingin menikah untuk
mengutamakannya dari yang selainnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
تُنْكَحُ
الْمَرْأَةُ ِلأََرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا
وَلِدِيْنِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita
itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, karena
keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah
olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)
Empat
hal tersebut merupakan faktor penyebabdipersuntingnya seorang wanita
dan ini merupakan pengabaran berdasarkan kenyataan yang biasa terjadi di
tengah manusia, bukan suatu perintah untuk mengumpulkan perkara-perkara
tersebut, demikian kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah. Namun dzahir
hadits ini menunjukkan boleh menikahi wanita karena salah satu dari
empat perkara tersebut, akan tetapi memilih wanita karena agamanya lebih
utama. (Fathul Bari, 9/164)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “(فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ), maknanya: yang
sepatutnya bagi seorang yang beragama dan memiliki muruah (adab) untuk
menjadikan agama sebagai petunjuk pandangannya dalam segala sesuatu
terlebih lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal lama bersamanya
(istri). Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk mendapatkan seorang wanita yang memiliki agama di mana hal ini
merupakan puncak keinginannya.” (Fathul Bari, 9/164)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam
hadits ini ada anjuran untuk berteman/ bersahabat dengan orang yang
memiliki agama dalam segala sesuatu karena ia akan mengambil manfaat
dari akhlak mereka (teman yang baik tersebut), berkah mereka, baiknya
jalan mereka, dan aman dari mendapatkan kerusakan mereka.” (Syarah Shahih Muslim, 10/52)
Sifat-sifat Istri Shalihah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Wanita
(istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34)
Dalam
ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat wanita shalihah
adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang ma‘ruf6
lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata: “Tugas
seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada
suaminya, karena itulah Allah berfirman: “Wanita shalihah adalah yang
taat,” yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan
ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian, pen.), dia menjaga suaminya
dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)
Ketika
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi permasalahan dengan
istri-istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan mencampuri mereka
selama sebulan, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan kepada Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَسَى
رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ
مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ
ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
“Jika
sampai Nabi menceraikan kalian,7 mudah-mudahan Tuhannya akan memberi
ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian,
muslimat, mukminat, qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan janda
ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:
a.
Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala),
tunduk kepada perintah Allah ta‘ala dan perintah Rasul-Nya.
b. Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala
c. Qanitat: wanita-wanita yang taat
d.
Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka,
selalu kembali kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun harus meninggalkan apa yang
disenangi oleh hawa nafsu mereka.
e.
‘Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala (dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud
dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an adalah
tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma).
f. Saihat: wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
إِذَا
صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ
فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ
أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Apabila
seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga
kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah
engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (HR. Ahmad 1/191, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no. 660, 661)
Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri yang shalihah adalah sebagai berikut:
1.
Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mempersembahkan ibadah
hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.
2.
Tunduk kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, terus menerus dalam
ketaatan kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah seperti shalat,
puasa, bersedekah, dan selainnya. Membenarkan segala perintah dan
larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Menjauhi segala perkara yang dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah.
4.
Selalu kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertaubat
kepada-Nya sehingga lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan dzikir
kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari perkataan yang laghwi, tidak
bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta, ghibah, namimah, dan lainnya.
5.
Menaati suami dalam perkara kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan melaksanakan hak-hak suami sebaik-baiknya.
6.
Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia menjaga
kehormatannya dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang hendak
melihat, atau dari telinga yang hendak mendengar. Demikian juga menjaga
anak-anak, rumah, dan harta suaminya.
Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:
1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَلاَ
أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ
الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ
حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ
غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah
aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni
surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali
kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya
dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak
dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)
2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
3.
Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan
hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu
‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang
suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat
berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan
apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak
ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai
Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya,
demikian pula mereka (para suami).” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ
“Jangan
lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan
yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya
sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al
Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid
(pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit
hasan)
4.
Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya
sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ
أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ،
إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا
غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah
aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang
lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya,
bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan
menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil
rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih
di atas syarat Muslim.”)
5.
Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia
tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat
menghalangi suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti
puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
6.
Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan
kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati
kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya
kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab:
“Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya.
Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di
antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu
(yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah
melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 289)
7.
Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak
menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat tidur
suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ
فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا
عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Demi
Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil
istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan
yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)
إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
“Apabila
seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur
suaminya, niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke
suaminya).” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 1436)
Demikian
yang dapat kami sebutkan dari keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah,
mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi taufik kepada kita agar
dapat menjadi wanita yang shalihah, amin.
—————————————
1 Atau ia belajar agama namun tidak mengamalkannya
2 Tempat untuk bersenang-senang (Syarah Sunan An-Nasai oleh Al-Imam As-Sindi rahimahullah, 6/69)
3
Karena keindahan dan kecantikannya secara dzahir atau karena bagusnya
akhlaknya secara batin atau karena dia senantiasa menyibukkan dirinya
untuk taat dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ta‘liq Sunan
Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun Nikah, bab Afdhalun Nisa,
1/596, ‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
4 Dengan perkara syar‘i atau perkara biasa (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
5 Mengerjakan apa yang diperintahkan dan melayaninya (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
6
Bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena tidak
ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq.
7
Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya tidak
akan menceraikan istri-istrinya (ummahatul mukminin), akan tetapi Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan kepada ummahatul mukminin tentang
kekuasaan-Nya, bila sampai Nabi menceraikan mereka, Dia akan
menggantikan untuk beliau istri-istri yang lebih baik daripada mereka
dalam rangka menakuti-nakuti mereka. Ini merupakan pengabaran tentang
qudrah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ancaman untuk menakut-nakuti
istri-istri Nabi, bukan berarti ada orang yang lebih baik daripada
shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an,
18/126) dan bukan berarti istri-istri beliau tidak baik bahkan mereka
adalah sebaik-baik wanita. Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Permasalahan
ini dibawa kepada pendapat yang mengatakan bahwa penggantian istri
dalam ayat ini merupakan janji dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seandainya beliau menceraikan
mereka di dunia Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menikahkan beliau di
akhirat dengan wanita-wanita yang lebih baik daripada mereka.” (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/127)
Dikutip
dari http://www.asysyariah.com, Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa
Husein Al-Atsariyyah, Judul : Istri Shalihah, Keutamaan dan
Sifat-Sifatnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar